Kamis, 03 September 2009

Rencana Penanganan Kredit Bermasalah oleh Bank Yang Perlu Diketahui Pelaku UMKM


Rencana Penanganan Kredit Bermasalah oleh Bank
Yang Perlu Diketahui Pelaku UMKM
Ikhtisar
kredit merupakan usaha pokok perbankan. Oleh karena itu, pemantauan terhadap kredit yang telah dicairkan tetap harus dilaksanakan, walaupun sebelum kredit dicairkan telah dilakukan analisis. Pemantauan berfungsi mendapatkan informasi sedini mungkin untuk mendeteksi gejala timbulnya kredit bermasalah.
Dalam melakukan pemantauan, bank dapat membentuk suatu komite credit review, yang beranggotakan para pegawai bank dengan berbagai tingkat keahlian. Komite tersebut bertugas memantau kualitas kredit, dan melaporkannya kepada pimpinan bank, supaya pimpinan dapat merencanakan tindak lanjut sesuai yang diperlukan.
Apabila dari kegiatan credit review, masih terdapat kredit bermasalah maka dilakukan program penanganan kredit bermasalah. Program ini diawali dengan penyusunan rencana strategis yang ditetapkan oleh jajaran direksi bank kemudian dilanjutkan dengan penyusunan rencana fungsional atau rencana operasional untuk penanganan kredit bermasalah.
Rencana strategis dimulai dengan penetapan tujuan dan sasaran umum, kemudian penetapan strategi umum, dilanjutkan dengan penetapan sasaran operasional.
Rencana fungsional berpedoman kepada sasaran operasional dilanjutkan dengan penyusunan rencana kegiatan penanganan kredit bermasalah. Untuk memudahkan penyusunan rencana fungsional/operasional sebaiknya menggunakan prinsip 5W-1H yakni dengan mencari jawaban atas pertanyaan What, Who (Whom), Where, When dan How. Atau menjawab pertanyaan apa sasarannya, apa kegiatannya, siapa yang akan melaksanakan kegiatan, siapa yang bertanggungjawab, siapa yang menyelia, siapa target groupnya, di mana dan kapan pelaksanaannya, bagaimana cara melaksanakannya dan berapa biayanya dll. Maka, perencanaan operasional penanganan kredit bermasalah akan dapat disusun dengan mudah.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam Rencana Penaganan Kredit Bermasalah adalah (1) pemantauan kredit; (2) identifikasi proses menurunnya kualitas kredit; dan (3) pelacakan indikasi.
1.   Melakukan Pemantauan Kredit
a.   Pemantauan Administrasi
Pemantauan administrasi (on desk monitoring) adalah pemantauan kredit secara administratif melalui berbagai instrumen: laporan keuangan, kelengkapan dokumen, dan informasi pihak lain.

b.   Pemantauan Setempat

Pemantauan lapangan (on site monitoring) adalah pemantauan kredit secara langsung ke lapangan, baik sebagian maupun menyeluruh ataupun secara kasus per kasus. Hal ini dilakukan untuk memperoleh bukti nyata dari pelaksanaan kebijaksanaan bank, atau secara menyeluruh, apakah ada penyimpangan yang terjadi atas persyaratan kredit yang telah disepakati.

c.    Pemantauan Khusus

Pemantauan kredit berdasarkan hal khusus (exception monitoring), adalah pemantauan kredit pada hal-hal yang dianggap perlu dilakukan pelacakan khusus, terhadap persyaratan kredit yang telah ditentukan pada klausula khusus.
2.  Mengidentifikasi Proses Menurunnya Kualitas Kredit
Proses menurunnya kualitas kredit adalah suatu bentuk meningkatnya jumlah kredit bermasalah selama kurun waktu tertentu, selama periode proyeksi. Kondisi kualitas kredit yang menurun dapat terjadi karena :
a.   Perubahan Kolektibilitas
·      Dari kredit lancar menjadi kredit bermasalah
·      Muncul kredit bermasalah yang baru
·      Kenaikan baki debet pada kredit yang sudah bermasalah sebelumnya
b.   Hal lain
Suatu aktiva yang belum merupakan kredit, lalu berubah menjadi kredit efektif dan langsung bermasalah.
·      Suatu kredit atas pertimbangan manajemen diputuskan untuk diberi tambahan kredit guna menutupi biaya yang timbul, sehubungan dengan pengikatan agunan atau penutupan asuransi barang jaminan atau biaya-biaya lain, pada saat kredit sudah bermasalah, dan nasabah tidak mampu membayar langsung biaya tersebut, sedangkan kelonggaran tarik sudah tidak ada lagi.
·      Suatu kredit bermasalah ditimpakan dari suatu cabang ke cabang lain, atau dari suatu bank ke bank lain (loan take over).
c.    Memilah Tahap Menurunnya Kualitas Kredit
Menurut Morsman dalam effective loan management, proses penurunan kualitas kredit adalah suatu proses menurunnya kualitas suatu kredit akibat dari kegagalan sistem monitoring dan putusan tindak lanjut. Terdapat lima tahap proses,
3.  Pelacakan Indikasi
Bank harus melakukan pendekatan untuk memperoleh informasi selengkap mungkin guna menjadi bahan analisis dalam menentukan strategi. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan bank, yaitu :
a.   Melakukan pengamatan administratif berupa menyurati nasabah guna memperoleh penjelasan secara tertulis.

b.   Melakukan kunjungan lapangan (on the spot)  atau mendatangi nasabah dan usahanya, guna memperoleh informasi yang pasti dan nyata, baik melihat usaha nasabah secara fisik maupun mempelajari administrasinya.

c.    Memperoleh informasi dari pihak lain dari lingkungan bisnis nasabah  seperti :

·      Pemasok
·      Pelanggan
·      Anggota/pengurus
·      Karyawan
·      Tetangga
·      Pemerintah setempat
·      Anggota keluarga nasabah

d.   Melakukan pengamatan manajemen atas kualitas manajemen yang telah dilakukan oleh nasabah.

e.   Melakukan review aset atau penaksiran ulang atas semua barang jaminan, terutama barang bergerak yang mudah dimanipulasi.

f.     Melakukan evaluasi laporan keuangan perusahaan nasabah, dengan melakukan pendataan atas angka-angka dalam neraca dengan kenyataan di lapangan.

g.    Melakukan negosiasi dengan nasabah, kira-kira apa jalan keluar yang paling memungkinkan dan paling kompromistis antara pihak bank dengan nasabah.

Bank melakukan pendekatan kepada nasabah yang diperkirakan kreditnya akan bermasalah guna memperoleh data prospek usaha nasabah, yaitu apakah usaha nasabah dapat bertahan dalam waktu tertentu sampai kemudian menjadi sehat, bahkan diharapkan dapat tumbuh dan berkembang. Dengan melakukan kegiatan ini akan diperoleh manfaat sebagai berikut :
1.    Memperoleh kepastian
a.     Kepastian prospek
Pastikan usaha nasabah masih mempunyai prospek atau tidak. Jika tidak, berarti tidak ada lagi usaha kompromi atau negosiasi pengembangan usaha.
b.   Kepastian kerjasama
Pastikan nasabah bisa diajak kerjasama atau tidak. Jika tidak, berarti usaha nasabah tidak dapat dikembangkan lagi.
c.    Kepastian negosiasi
Pastikan apakah nasabah dapat menerima negosiasi secara lebih terbuka dan mendalam demi pengembangan usahanya dan mencari jalan keluar yang baik
d.   Kepastian posisi
Pastikan posisi bank dan nasabah, apakah secara hukum bank cukup kuat. Jika lemah lakukan usaha untuk memperbaiki posisi tersebut.
2.    Menentukan tindak lanjut
a.   Tidak ada prospek
Usaha nasabah yang tidak mempunyai prospek lagi merupakan usaha yang berdasarkan analisis tidak dapat lagi dikembangkan dan dicarikan jalan keluar pengembangannya, namun usaha tersebut dapat dilacak masalahnya. Ada beberapa cara untuk menyelesaikan kredit yang tidak mempunyai prospek, yaitu melakukan pendekatan kepada nasabah dengan cara antara lain:
1)  Mengambil alih hasil proyek yang dibiayai
2)  Mengambil penghasilan lain nasabah
3)  Menjual aktiva perusahaan nasabah
4)  Menjual kekayaan nasabah
5)  Melakukan klaim ke perusahaan asuransi kredit
6)  Melakukan likuidasi perusahaan nasabah
7)  Melakukan upaya inovasi dan subrogasi
8)  Melakukan upaya hukum melalui Pengadilan Negeri
9)  Mempertimbangkan untuk dihapusbukukan
b.   Ada Prospek
Usaha nasabah yang mempunyai prospek merupakan usaha yang berdasarkan analisis dapat dikembangkan dan dicarikan jalan keluar pengembangannya atas dasar kemampuan dan kemauan nasabah.
Kredit yang diselamatkan adalah kredit yang semuanya tergolong diragukan atau bahkan macet, kemudian dicantumkan dalam akad penyelamatan kredit
Ciri-ciri kredit yang dapat diselamatkan adalah :
1)    Usaha masih mempunyai prospek
2)    Pengurus atau pemilik mau bekerjasama dengan bank
3)    Baik usaha maupun pribadi pemilik tidak dalam berperkara
4)    Jaminan tidak dalam masalah.
Langkah-langkah untuk penyelamatan kredit, adalah :
1)    Penataan kembali kredit atau restructuring
2)    Penjadwalan kembali kredit atau rescheduling
3)    Persyaratan kembali kredit atau reconditioning.
Apabila berbagai macam usaha penyelamatan yang telah dijalankan tidak juga membawa hasil yang diharapkan, biasanya bank akan menempuh jalan penyelesaian kasus kredit bermasalah dengan jalan menarik kembali kredit. Penarikan kredit tersebut dapat dilakukan melalui prosedur di luar proses pengadilan atau dengan jalan menyerahkan penyelesaiannya kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara. 
Upaya penyelamatan kredit dilakukan bilamana bank melihat masih terdapat kemungkinan memperbaiki kondisi usaha dan keuangan debitur. Di samping itu, aset yang dijaminkan ke bank masih cukup besar nilainya serta mudah dicairkan tanpa harus menurunkan harganya secara besar-besaran.
Untuk dapat melaksanakan tugas penyelamatan kredit dengan baik, bank wajib menyusun rencana kerja secara profesional. Sasaran upaya penyelamatan yang akan dilakukan perlu diformulasikan dengan jelas, kemudian disusun strategi untuk mencapai sasaran tersebut. Bank seringkali menghadapi dilema dalam penyelesaian kredit bermasalah. Di satu sisi kredit bermasalah akan menimbulkan kerugian bagi bank, dan di sisi lain biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi kredit tersebut lebih mahal dibandingkan dengan hasil yang diterima. Oleh karena itu dalam menyelesaikan kredit bermasalah, bank harus mengelompokkan kredit bermasalah untuk ditangani dengan cara yang berbeda sesuai dengan pertimbangan cost dan benefit.
Demikian, Semoga Bermanfaat

Tips MANAJEMEN KREDIT YANG SEHAT

Bapak Ibu Saudaraku
Berikut ini disampaikan Tips Manajemen Kredit yang Sehat yang biasa yang seharusnya dilakukan oleh kaangan Bank dan seharusnya juga diketahui oleh p3laku UMKM agar terhindar dari Permasalahan Kredit di kemudian hari.


Ikhtisar
Setiap bank harus berusaha keras untuk mencegah terulangnya kasus kredit bermasalah. Hal itu dapat dilakukan dengan jalan menerapkan asas manajemen kredit yang sehat. Penerapan asas manajemen kredit yang sehat mencakup penyusunan ketentuan pokok penyaluran kredit, analisis kredit yang profesional, meningkatkan mutu sumber daya manusia, pengawasan mutu kredit, penanganan kredit bermasalah secara profesional, penyusunan dokumen dan administrasi kredit yang sehat.
Agar dapat dikategorikan sehat, ketentuan pokok penyaluran kredit minimum harus mencakup ketentuan tentang organisasi perkreditan, kebijakan persetujuan kredit, pemberian kredit kepada debitur yang terkait dengan bank dan kriteria kredit berisiko. Ketentuan kredit yang sehat tidak dapat berjalan efektif tanpa didukung oleh tenaga kerja yang andal. Oleh karena itu, di samping menyusun ketentuan kredit yang sehat, agar dapat mencegah terulangnya kasus kredit bermasalah, bank wajib menyelenggarakan program pengembangan sumber daya manusia secara terus menerus. Di samping itu, bank harus mampu menerapkan program pengawasan kredit yang efektif, serta mempunyai dokumen dan administrasi kredit yang andal.
Upaya melakukan pencegahan/preventive terjadinya kredit bermasalah akan jauh lebih baik bila dibandingkan tindakan pemulihan kredit bermasalah yang telah terjadi 



Manajemen Kredit yang Sehat
Dalam industri perbankan, kasus kredit bermasalah tidak dapat dihindari secara mutlak, sehingga setiap bank harus tetap berusaha untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Setiap pegawai bank yang terlibat dengan kegiatan pemberian kredit harus menyadari besarnya tanggung jawab untuk menekan sekecil mungkin risiko munculnya kasus kredit bermasalah. Dengan perkataan lain, walaupun kegiatan perkreditan memiliki sasaran untuk mengoptimalkan pendapatan bank, namun juga harus dapat mengendalikan dan meminimalkan risiko terjadinya kasus kredit bermasalah.
Upaya mengendalikan dan meminimalkan risiko timbulnya kredit bermasalah  dapat dilaksanakan dengan jalan menerapkan asas manajemen kredit yang sehat yang mencerminkan secara tegas penerapan prinsip kehati-hatian   
Pokok-pokok penerapan asas manajemen kredit yang sehat dimaksud dapat dijelaskan seperti di bawah ini.

Ketentuan Penyaluran Kredit yang Sehat
Ketentuan mengenai penyaluran kredit yang sehat olah setiap bank harus dituangkan secara tertulis dan menjadi suatu sistem dan prosedur yang baku. Dengan demikian, setiap pejabat yang berkaitan dengan penyaluran kredit, mempunyai pedoman yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam melaksanakan tugasnya. Ketentuan pokok perkreditan tersebut harus jelas sehingga mudah dimengerti, ringkas tetapi padat dan memberi peluang untuk ditinjau kembali sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi bisnis. Walaupun ketentuan kredit antara satu bank dengan bank yang lain berbeda, namun ketentuan utama yang dapat menjamin kualitas kredit, harus dimasukkan dalam ketentuan tersebut.
 
Ketentuan Persetujuan dan Pencairan Kredit 
Persetujuan pemberian kredit dapat dikatakan sehat bilamana diberikan berdasarkan hasil dari penilaian total atas permintaan kredit dan atas diri debitur. Yang dimaksud dengan penilaian total adalah penilaian atas kelayakan permintaan  kredit yang sedang diajukan dan mutu kredit yang pernah diberikan kepada calon debitur apabila sudah pernah menjadi debitur bank. Dengan demikian, apabila calon debitur pernah atau sedang menikmati fasilitas kredit dari bank kreditur, maka fokus penelitian analisis kredit tidak terbatas hanya pada kelayakan permintaan kredit yang sedang diajukan, melainkan juga pada prestasi calon debitur dalam memenuhi isi perjanjian kredit pada masa yang lalu. Apabila calon debitur adalah anggota dari satu kelompok perusahaan tertentu, ada kemungkinan anggota yang lain dari kelompok perusahaan tersebut pernah atau sedang menikmati pemberian kredit dari bank yang bersangkutan. Dalam keadaan seperti itu, sebelum memutuskan untuk menyetujui pemberian kredit baru, bank juga wajib meneliti kesehatan pelaksanaan perjanjian kredit debitur lama, yang merupakan anggota kelompok perusahaan itu. Demikian pula hal ini berlaku jika calon debitur tersebut merupakan anggota keluarga yang pernah menikmati kredit dari bank.
Dalam ketentuan pokok penyaluran kredit yang sehat, di dalamnya juga dinyatakan secara tertulis perihal jenjang batas-batas wewenang para pejabat bank yang terkait dalam memberikan persetujuan pemberian kredit kepada calon debitur. Sudah barang tentu jenjang batas wewenang tersebut di atas ditentukan berdasarkan bahan pertimbangan atau kriteria tertentu.
Batas Maksimum Pemberian Kredit 
Debitur bank dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu debitur biasa yang tidak memiliki keterkaitan dengan bank dan debitur yang memiliki keterkaitan khusus dengan bank. Debitur yang terkait adalah debitur yang mempunyai hubungan khusus dengan bank.
Untuk menghindari terjadinya konsentrasi kredit pada satu atau golongan debitur tertentu sehingga dapat terjadi konsentrasi risiko kredit pada para debitur tersebut, jumlah Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang dapat diberikan kepada satu atau sekelompok debitur harus dibatasi. Pengaturan BMPK kepada debitur tadi harus dinyatakan dengan tertulis, tegas dan jelas dalam ketentuan pokok penyaluran kredit.
  Kriteria Tentang Kredit Berisiko Tinggi Pedoman umum dapat diutarakan bahwa suatu kredit dapat dikategorikan berisiko tinggi bilamana termasuk dalam salah satu atau lebih kriteria berikut :
  1. calon debitur akan menggunakan kredit untuk tujuan spekulasi, misalnya membeli tanah dengan harapan akan memperoleh capital gain di kemudian hari;
  2. calon debitur tidak dapat memberikan data dan informasi pokok tentang perusahaan, bidang usaha dan kondisi keuangannya;
  3. calon debitur akan mempergunakan kredit yang diminta untuk mendanai bidang usaha atau proyek yang memerlukan keahlian khusus yang tidak dikuasai bank;
  4. calon debitur akan mempergunakan kredit yang diminta untuk melunasi kredit bermasalah pada bank lain;
 
Analisis Kredit sebagai Pencegah Kredit Bermasalah
Untuk memperoleh keyakinan bahwa calon debitur mampu dan mau melunasi kreditnya, sebelum melakukan persetujuan pemberian kredit bank harus telah melakukan analisis kredit, baik secara kualitatif maupun kuantitatif atas data usaha perusahaan dan calon debitur. Analisis atas data usaha perusahaan dan calon debitur dilakukan dengan menggunakan 5C principles, 7P principles, 3R principles, dan study kelayakan (H. Moh. Tjoekam 1999 : 94).  Ketiga prinsip ini memiliki persamaan, hanya saja yang terdapat dalam prinsip 3R dirinci oleh 5C, dan yang terdapat dalam 5C dirinci lebih lanjut dalam prinsip 7P.  Di samping itu prinsip 7P selain lebih terinci juga jangkauan analisisnya lebih luas. Sasaran terakhir penerapan kedua prinsip diatas adalah diperolehnya informasi mengenai itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) calon debitur untuk melunasi pinjaman pokok kredit beserta bunganya  Demikian, semoga bermanfaat