Jumat, 04 September 2009

Analisis Kredit 5 C (Bankable)


Assalaimualaikum Wr Wb
Bapak/Ibu/Saudaraku pelaku UMKM dimanapun lokasi usaha
Pada saat UMKM mengajukan proposal pinjaman pembiayaan (kredit) kepada Bank, ada dua hal yang dinilai Bank, pertama apakah usaha tersebut sudah layak (feasible) dijalankan, kedua apakah usaha tersebut sudah memenuhi kriteria bank (bankable).  Pada uraian berikut ini kami akan membahas kriteria bankable yang menjadi pedoman bank dalam menilai dan menganalisa kredit proposal yang diajukan UMKM.
Semoga bermanfaat
Wassalam



Analisis Kredit 5 C (Bankable)
Untuk mendapatkan keyakinan bahwa calon debitur akan mampu melunasi kreditnya, maka analisis kredit harus dilakukan dengan berpedoman pada prinsip dasar analisis kredit, yaitu : 5 C (Character,
Character
Sifat calon debitur merupakan unsur pertama yang perlu dipelajari dalam analisis kredit. Kelancaran pengembalian kredit sebagian besar sangat dipengaruhi oleh unsur character atau sifat dari calon debitur. Untuk mengetahui sifat positif atau negatif dari calon debitur, bank harus mengadakan pengamatan yang teliti mengenai sifat yang dimiliki seperti kemauan dan tanggungjawab terhadap kewajiban, keterbukaan, kejujuran, ketekunan, kepribadian, hemat, kewiraan, kesukaan/hobi dsb. Tidak mudah mendapatkan informasi mengenai sifat atau karakter seseorang, berbagai cara untuk mengetahuinya bisa dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap kebiasaan sehari-hari dari yang bersangkutan, melalui kaum kerabat, tetangga, tokoh masyarakat yang mengenalnya, juga dari rekan bisnisnya. Periksa silang kepada pemasoknya tentang kebiasaan dalam pembayaran, jika mungkin periksa kepada banknya apabila yang bersangkutan menjadi nasabah bank lain.
Capacity
Merupakan penilaian terhadap kemampuan calon debitur dalam memenuhi kewajibannya. Kemampuan untuk mencari dan mengkombinasikan sumber daya yang terkait  dengan bidang usahanya. Kemampuan memproduksi barang atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen/pasar. Juga kemampuannya untuk menyusun suatu rencana bisnis dan mewujudkannya menjadi suatu realitas.
Penilaian terhadap kapasitas ini memilki tujuan apakah calon nasabah ini mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit termasuk membayar bunganya yang pada dasarnya mencakup 4 (empat) aspek, yaitu:
·      Aspek Pembelanjaan Operasi Perusahaan.
Dari pembelanjaan operasi perusahaan akan dapat diketahui kebiasaan dan tingkat efisiensi calon debitur dalam pengaturan dana perusahaan yang dimiliki. Misalnya, sumber dana jangka pendek harus digunakan untuk modal kerja atau pembelanjaan operasional usaha bukan untuk membeli harta tetap. Dari pembelanjaan operasional ini bisa diperoleh juga kemampuan calon nasabah dalam menyediakan dana untuk membayar angsuran pinjaman dan bunga. 
·      Aspek Likuiditas
Untuk melihat kemampuan calon nasabah dalam mengelola kas perusahaan sehingga bank bisa meyakini usaha ini bisa membayar angsuran pinjaman dan bunga sesuai jadwal yang ditentukan sesuai perjanjian.
·      Aspek Aktivitas
Pemberian kredit memiliki tujuan untuk meningkatkan aktivitas usaha secara lebih efisien. Peningkatan aktivitas tanpa disertai  dengan efisiensi akan mengakibatkan terhamburnya dana yang seterusnya dapat mengurangi likuiditas dan pada akhirnya akan mengurangi kemampuan membayar kredit.
·      Aspek Profitabilitas.
Kredit  yang akan diterima calon nasabah apakah mampu meningkatkan volume usaha yang sekaligus meningkatkan laba. Semakin besar laba yang diperoleh akan semakin besar pula peluang untuk membayar angsuran kredit serta bunganya.
Repayment capacity dapat diperhitungkan setelah mengetahui keempat aspek tersebut di atas. Beberapa teknik (technical capacity) untuk menghitung besarnya kredit yang diberikan dapat dilakukan sebagai berikut:
·      Menyusun proyeksi arus kas yang meliputi aspek likuiditas, aspek aktivitas dan aspek pembelanjaan operasional perusahaan. Dengan proyeksi tersebut akan diketahui surplus atau defisit keuangan perusahaan yang akan mencerminkan kemampuan membayar angsuran kredit dan bunga. Dengan mengetahui kemampuan membayar angsuran dan bunga akan dapat ditentukan besarnya plafon kredit yang diberikan kepada usaha bersangkutan.
·      Memastikan laba yang diperoleh usaha dari aspek profitabilitas kemudian menentukan kapasitas kredit yang akan diberikan dengan cara menentukan persentase dari laba bersih dan dikalikan dengan frekuensi angsuran atau dengan pendekatan, misalnya :
Plafon Kredit = 75 % x laba bersih x frekuensi angsuran.
Capital
Analisis capital bertujuan untuk memastikan kemampuan calon debitur menyediakan dana sendiri untuk mendampingi kredit yang akan diberikan oleh bank. Penilaian terhadap capital juga bermaksud untuk meningkatkan tanggung jawab calon debitur dalam menjalankan usahanya karena ikut menanggung risiko terhadap kegagalan usahanya. Semakin besar modal yang disediakan oleh calon debitur semakin baik bagi bank, mengingat kredit yang diberikan akan semakin berkurang dan berarti risiko kredit semakin kecil. Tidak ada suatu ketentuan yang pasti mengenai besarnya perbandingan antara modal sendiri (equity) dengan kredit bank, biasanya semakin besar skala usaha  persentase modal sendiri semakin kecil. Namun dengan suatu analisis indeks leverage yaitu indeks yang menyatakan rasio rentabilitas modal sendiri dari suatu struktur modal dengan rentabilitas modal sendiri secara total akan memudahkan bank untuk menentukan persentase modal (equity) dengan pinjaman bank. Untuk hal ini akan dibahas dalam aspek keuangan.
Collateral
Merupakan suatu jaminan kredit yang dapat menambah tingkat keyakinan bank bahwa calon debitur dengan usaha yang dimilikinya akan mampu melunasi kredit. Dalam hal ini agunan merupakan jaminan tambahan jika bank menganggap aspek pendukung usaha calon debitur masih lemah. Jaminan ini biasanya terlepas dari obyek kredit dan dapat berupa kekayaan lain dari calon debitur atau jaminan dari pihak ketiga. 
Condition of Economy
Kondisi yang dipersyaratkan adalah kegiatan usaha calon debitur mampu mengikuti fluktuasi ekonomi baik dalam maupun luar negeri. Selain itu, usaha ini masih prospektif setidaknya selama masih menggunakan kredit bank. Untuk mengetahui kondisi ekonomi perlu mengamati  kondisi internal dan eksternal dari usaha ini.
Kondisi internal adalah:
·      Usaha ini memiliki pasar atau pelanggan yang jelas dan memiliki prospek untuk dikembangkan.
·      Produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan memiliki ciri khas dan mampu menarik minat konsumen
·      Tempat usaha relatif tetap dan terhindar dari gangguan yang bersifat permanen.
·      Usaha tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan kesehatan.
·      Usaha tidak bertentangan dengan adat, budaya masyarakat, moral dan nilai agama.
Kondisi eksternal yang diamati:
·      Kondisi pasar seperti prakiraan kebutuhan, daya beli, luas pasar, perubahan mode, persaingan, barang substitusi
·      Teknis produksi menyangkut perkembangan teknologi, tersedianya bahan baku, bahan penolong dsb.
·      Permodalan seperti pasar uang, kredit penjual, perubahan sukubunga dll.
·      Peraturan atau perundangan yang mempengaruhi kegiatan usaha calon debitur.
Demikian, semoga bermanfaat

GEJALA DAN SEBAB KREDIT BERMASALAH


GEJALA DAN SEBAB KREDIT BERMASALAH

Gejala timbulnya kredit bermasalah, dapat sumbernya dari intern nasabah dan dari intern bank seperti :

v  Perilaku Rekening
v  Perilaku Laporan Keuangan

v  Perilaku Kegiatan Bisnis

v  Perilaku Debitur

v  Perilaku Makro Ekonomi
KONDISI INTERN NASABAH (Perilaku Rekening, Perilaku Laporan Keuangan, Perilaku Debitur)

v  Perilaku Rekening

a.  Terjadinya penyimpangan terhadap perjanjian kredit

     Salah satu gejala awal yang wajib diamati bank untuk mencegah timbulnya kredit bermasalah adalah kepatuhan debitur terhadap perjanjian kredit. Penyimpangan terhadap perjanjian kredit dapat dikategorikan sebagai gejala serius terjadinya tunggakan kredit. Sebagai contoh terjadinya keterlambatan pembayaran bunga atau pokok kredit. 

b.  Jadwal Pencairan Kredit Tidak Sesuai Dengan Akad Kredit

     Jika dalam klausul perjanjian kredit tertera bahwa kredit akan dicairkan lebih dari sekali, sementara itu pencairan oleh debitur hanya sekali maka terjadi pelanggaran terhadap jadwal pencairan kredit dan ini merupakan indikasi masalah yang dapat menyebabkan terjadinya kredit macet.
c.  Penurunan Jumlah Tabungan, Deposito dan Kekayaan Debitur
      Penurunan jumlah tabungan, deposito maupun kekayaan lain debitur merupakan lampu merah bagi bank. Dijualnya harta kekayaan debitur seperti: rumah, tanah, sawah, mobil, motor, dsb dapat dijadikan indikasi bahwa debitur menghadapi kesulitan keuangan.
d.  Debitur Sering Meminta Penundaan Pembayaran
     Umumnya jika tidak terjadi gangguan terhadap kelancaran usaha, maka pembayaran kepada bank juga lancar. Namun seringkali bank mentolerir permintaan penundaan pembayaran oleh debitur. Padahal, kemungkinan permintaan penundaan sebagai bentuk ketidaklancaran usaha debitur.
e.  Terjadinya Penyimpangan Penggunaan Kredit
     Dalam akad perjanjian kredit selalu tertuang tujuan penggunaan kredit. Penyimpangan terhadap tujuan penggunaan kredit perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya kredit bermasalah.
f.  Debitur Mengajukan Perpanjangan Kredit
     Pengajuan perpanjangan kredit oleh debitur tidak selalu buruk jika hal tersebut ditujukan untuk kepentingan bisnis seperti: peningkatan omzet, kontrak dengan pihak ketiga, dsb. Akan tetapi perlu juga diwaspadai apakah perpanjangan kredit disebabkan oleh ketidakmampuan debitur dalam membayar.
g.  Debitur Mengajukan Penambahan Kredit
     Sebagaimana permohonan perpanjangan kredit di atas, permohonan penambahan kredit tidaklah selalu buruk. Penambahan kredit untuk tujuan meningkatkan usahanya tentu bukan masalah. Akan tetapi jika penambahan kredit tersebut diakibatkan karena likuiditas debitur terganggu karena kesalahan pengelolaan usaha, itu yang perlu diwaspadai.
h.  Debitur Mengajukan Penjadwalan Ulang Kredit
     Dalam melakukan analisis kredit, para analis membuat jadwal pengembalian kredit berdasarkan cash flow yang sudah dihitung berdasarkan perhitungan perputaran dan arus kas. Jika kemudian dalam perjalanan kredit, terjadi pelanggaran maka ada berbagai kemungkinan. Antara lain  analisis kurang tajam atau ketidakmampuan debitur mengelola usahanya dengan baik.
v  Perilaku Laporan Keuangan
Sebagian bank mensyaratkan debiturnya untuk melaporkan kondisi keuangannya secara rutin setiap bulan. Dari laporan keuangan debitur tersebut, bank dapat mendeteksi gejala-gejala timbulnya kredit bermasalah. Beberapa gejala yang patut diwaspadai akan menyebabkan timbulnya kredit bermasalah di antaranya adalah :
·      Penyajian laporan dan bahan masukan lain secara tidak benar
·      Likuiditas Menurun
·      Perputaran Piutang Menurun
·      Rasio Piutang Lancar Terhadap Asset Total Meningkat
·      Piutang Meningkat
·      Perputaran Persediaan Menurun
·      Rasio Persediaan Terhadap Asset Total Meningkat
·      Persediaan Meningkat
·      Rasio Aktiva Lancar Terhadap Aktiva Total Menurun
·      Aktiva Tetap Menurun
·      Biaya Produksi Naik Tajam
·      Penjualan Meningkat Namun Laba Menurun
·      Debt Equity Meningkat
·      Hutang Jangka Panjang Meningkat Tajam
·      Muncul Hutang Dari Kreditur Lain
·      Rasio Keuangan Terhadap Asset Menurun
·      Laporan Keuangan Sering Terlambat
·      Laporan Keuangan Tidak Diaudit
·      Penyajian laporan dan bahan masukan lain secara tidak benar
·      Prosentase Laba Terhadap Aktiva Menurun
·      Laporan Keuangan Direkayasa
·      Masih Belum Ada Pengkaderan Dalam Manajemen
·      Net Worth Menurun

v  Perilaku Kegiatan Bisnis

Berdasarkan perilaku bisnis debitur, bank dapat mendeteksi gejala-gejala timbulnya kredit bermasalah, beberapa keadaan yang patut diwaspadai adalah:
·      Hubungan Stakeholder
·      Hubungan Dengan Pelanggan Memburuk
·      Harga Jual Terlalu Rendah
·      Kehilangan Hak Sebagai Distributor
·      Kehilangan Sebagai Pemasok Utama
·      Kehilangan Pelanggan Utama
·      Mulai Terlibat Spekulasi Bisnis
·      Hubungan Dengan Bank Semakin Renggang
·      Debitur Enggan Dikunjungi
·      Keterlibatan Dengan Usaha Lain
·      Ada Informasi Negatif Dari Pihak Luar
·      Ada Klaim Dari Pihak Ketiga
·      Ada Pemogokan Buruh
·      Nilai Agunan Menurun
·      Terjadi Sengketa Di antara Pemilik, Pemilik Dengan Pengurus dan  Di antara Pengurus
·      Perubahan Mendadak Dalam Manajemen
·      Agunan Hilang
·      Terlalu Optimis Dengan Laba
·      Debitur Alih Usaha Pokok
·      Mencari Pinjaman Baru
·      Terjadi Kejenuhan Pasar
·      Biaya Produksi Naik
·      Aktiva Tetap Digunakan Untuk Membiayai Operasi Perusahaan
·      Penurunan fasilitas produksi dan penurunan produksi debitur
·      Kegagalan pemasaran hasil produksi akan mengakibatkan turunnya likuiditas perusahaan. Kondisi ini akan memaksa pengusaha untuk menjual sebagian atau seluruh fasilitas produksinya. Jika hal ini terjadi,  sudah dapat diprediksikan bahwa angsuran kreditnya juga akan tersendat.
·      Tingginya frekuensi pergantian tenaga kerja debitur
·      Menurunnya kondisi usaha dan keuangan perusahaan akan menimbulkan suasana kerja yang kurang menyenangkan bagi banyak karyawan. Akibatnya tingkat turn over tenaga kerja menjadi tinggi.

v  Perilaku Debitur

Berdasarkan perilaku debitur, dapat dibaca situasi yang memberikan indikasi adanya gejala timbulnya masalah kredit, beberapa kondisi yang patut diwaspadai adalah :
·      Kesehatan Debitur Menurun
·      Debitur Meninggal
·      Debitur Kalah Judi
·      Terjadi Sengketa Rumah Tangga
·      Debitur Kawin Lagi
·      Telepon Dari Bank Sering Tidak Dijawab
·      Membeli Aktiva Tetap Yang Konsumtif
·      Debitur Mempunyai Kegiatan Tertentu
·      Debitur Menghindar Jika Ketemu Dengan Petugas Bank
·      Debitur Tidak Datang Jika Diundang Bank
v  Perilaku Makro Ekonomi

Perubahan kondisi makro ekonomi perlu diwaspadai sebagai gejala timbulnya kredit bermasalah. Beberapa perubahan kondisi makro ekonomi yang patut diwaspadai  adalah :

·      Peraturan Pemerintah
·      Resesi
·      Bencana Alam
v  KONDISI INTERN BANK (Dari Sisi Bank), terdapat beberapa faktor penyebab kegagalan pemberian kredit sebagai berikut:
1.  Self Dealing (berusaha untuk diri sendiri)
Adanya keterlibatan pegawai bank dalam kegiatan usaha debitur
2.  Anxiety for Income (haus akan laba)
Sebagian orang beranggapan bahwa menerima kredit sebagai keberhasilan memperoleh income, sehingga mereka akan berlomba-lomba mencari kredit tanpa memikirkan kemampuan pengembaliannya.
3.  Compromise of Credit Principles (kompromi terhadap prinsip kehati-hatian)
Kadangkala pimpinan bank berkompromi untuk menerima kredit dengan resiko tinggi karena faktor keeratan hubungan. Kuatnya persaingan juga dapat menyebabkan terjadinya hal ini.
4.  Non-Existance of Sound Lending Policies (kebijaksanaan perkreditan yang kurang sehat)
Tidak adanya perencanaan dan petunjuk dalam pelaksanaan kebijaksanaan perkreditan yang sehat.
5.  Incomplete Credit Information (ketidaklengkapan informasi kredit)
Ketiadaan informasi yang lengkap merupakan salah satu penyebab dari kegagalan dalam perkreditan.
6.  Failure to Obtain Enforce Liquidation Agreements (ketidakmampuan untuk mengambil tindakan likuidasi sesuai perjanjian)
7.  Complacency (menggampangkan)
Menggampangkan dalam mengelola debitur akan menimbulkan keteledoran dan kelalaian dalam analisis kredit, pengawasan kredit, dsb.
8.  Lack of Supervising (tidak terdapat pengawasan)
Banyak kredit yang sebetulnya bagus, tetapi karena kurangnya pengawasan dari bank maka terjadi penyimpangan-penyimpangan.
9.  Technical Incompetence (ketidakmampuan teknis)
Ketidakmampuan secara teknis dalam mengelola kredit oleh pegawai bank karena kurangnya pengetahuan yang diperlukan sebagai pejabat kredit, sehingga menimbulkan kesalahan pengelolaan kredit.
10.         Poor Selection of Risk (ketidakmampuan melakukan seleksi resiko)
Setiap kegiatan mengandung risiko, begitu juga dalam perkreditan banyak sekali risiko yang dihadapi. Ketidakmampuan dalam mendeteksi risiko yang mungkin terjadi menyebabkan bank tidak lagi waspada dalam mengelola kreditnya terutama dalam pengamanan dan penjagaan terhadap kredit-kredit yang telah diberikan. Contoh: kredit pada  usaha baru, kredit untuk membiayai kegiatan spekulatif, kredit dengan jaminan yang tidak mencukupi dan lainnya.
11.         Over/under lending (pemberian kredit yang kurang/melampaui batas)
Kredit yang besarnya melampaui batas dari kemampuan peminjam untuk melunasi atau sebaliknya dapat mengakibatkan timbulnya kredit bermasalah.
12.         Competition (persaingan)
Persaingan antar bank dalam memperebutkan debitur, khususnya dalam pemberian kredit akan mengurangi kontrol dalam pemberian kredit itu sendiri.
13. Timidity (takut) Keengganan bank untuk menuntut debiturnya agar berkinerja secara optima