Rabu, 02 September 2009

Pengaruh Kredit Bermasalah Terhadap Usaha Bank


IKHTISAR
Kredit merupakan sumber utama penghasilan bank khususnya BPR. Dengan kata lain, kredit diibaratkan sebagai sistem jantung dan jaringan pembuluh darah dari bank. Jika sistem ini tersumbat oleh timbunan lemak yang disebabkan kadar kolesterol yang tinggi dalam darah, maka peredaran darah terhambat dan kerja jantung semakin keras.
Demikian pula halnya dengan kredit, jika sistem ini terganggu dengan adanya kredit bermasalah, maka peredaran uang dari bank akan terganggu dan semua pegawai yang terlibat dalam sistem ini harus bekerja keras. Oleh karena itu setiap bank harus menjaga kualitas kreditnya sebaik mungkin, sekaligus sedini mungkin mengenali kemunculan penurunan kualitas kredit.
Selama masa hidupnya bank tidak dapat terlepas sama sekali dari risiko kredit bermasalah. Oleh karena itu, dalam menyusun strategi penanaman dana yang dikuasai, seyogianya bank tidak terpaku pada usaha menghindari kredit bermasalah, melainkan berusaha menekan risiko munculnya kasus itu serendah mungkin.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa usaha menekan risiko munculnya kredit bermasalah dapat dilakukan dengan jalan menjaga mutu kredit yang disalurkan.

Kredit bermasalah dalam usaha bank merupakan hal yang lumrah, tetapi bank harus melakukan suatu tindakan demi mencegah timbulnya atau meminimalisir kredit bermasalah. Salah satu ketentuan yang mengatur tentang kredit bermasalah di bank adalah ketentuan dari Bank Indonesia yang menyebutkan bahwa Non Performing Loan’s (NPL’s) tidak lebih dari 5% terhadap total baki debetnya. Ketentuan ini mengisyaratkan agar bisnis perbankan bisa tetap berjalan bahkan meningkat jika bank sebagai lembaga intermediasi mampu mengelola produk kredit dengan menganut prinsip kehati-hatian (prudential).



Peranan Kredit Dalam Kegiatan Usaha Bank


Kegiatan menyalurkan kredit mengandung risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Likuiditas keuangan, solvabilitas dan profitabilitas bank sangat dipengaruhi oleh keberhasilan mereka dalam mengelola kredit yang disalurkan. Walaupun terdapat bank yang bangkrut atau hampir bangkrut karena menderita kerugian akibat kegiatan bank yang lain, misalnya perdagangan futures contract seperti halnya Baring Brothers PLC di Inggris dan Daiwa Bank di New York. Namun kebanyakan Bank yang bangkrut atau menghadapi kesulitan keuangan yang akut, disebabkan terjerat kasus-kasus kredit macet dalam jumlah besar.

Hal lain yang menyebabkan kegiatan penyaluran kredit mempunyai peranan penting bagi kehidupan sebuah bank adalah karena kredit merupakan bagian terbesar sumber penghasilan bagi Bank, dan tidak terkecuali dengan BPR. Sebagaimana telah disinggung dimuka, kredit merupakan bagian terbesar seluruh asset mereka.

Gambaran Kredit Dalam Kegiatan Usaha BPR

Pada tahun 1988 muncul kebijakan deregulasi di bidang keuangan dan perbankan yang intinya memberikan kemudahan untuk mendirikan bank termasuk BPR. Pada tahun 1992 Undang-Undang No. 14 tahun 1967 diganti dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998, karena dianggap tidak sesuai dengan kondisi dan situasi ekonomi di Indonesia. Sejak saat itu eksistensi BPR mulai mendapat tempat

Bank umum di Indonesia, baik milik pemerintah maupun swasta, pada saat ini belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat khususnya yang berada di pedesaan terutama dalam hal pemberian kredit bagi pengusaha kecil/mikro.
Karena itu adanya BPR diharapkan mampu memberikan pelayanan perbankan secara khusus kepada masyarakat yang belum dijangkau oleh bank umum. Namun demikian untuk mampu memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan masyarakat, BPR harus secara profesional menempatkan diri sebagai perusahaan perbankan yang bisa dipercaya oleh masyarakat

Usaha BPR sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 13 Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998 meliputi kegiatan sebagai berikut :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit
3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.

Kredit menjadi sumber pendapatan dan keuntungan bank yang terbesar. Di samping itu kredit juga merupakan jenis kegiatan penggunaan dana yang sering menjadi penyebab utama bank menghadapi masalah besar. Karenanya, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa stabilitas usaha bank sangat dipengaruhi oleh keberhasilan mereka mengelola kredit. Usaha bank yang berhasil mengelola kreditnya akan berkembang, sedangkan usaha bank yang selalu dirongrong kredit bermasalah yang tak terselesaikan lambat laun akan mundur.

Tidak ada jenis usaha dari bank yang dengan cepat dapat mendatangkan kerugian besar bagi pemiliknya, kecuali kredit yang diberikan kepada debitur yang tidak bertanggung jawab.

Kemampuan dan kesediaan debitur mengembalikan kredit, dipengaruhi oleh enam faktor intern dan ekstern, yaitu kewenangan hukum dalam meminjam (capacity to borrow), watak (character), kemampuan menghasilkan pendapatan (ability to create incomes), kondisi fasilitas produksi yang miliki (capital), kondisi dan nilai jaminan kredit yang disediakan (collateral), serta perkembangan ekonomi umum dari bidang usaha tempat beroperasi (condition of economy).

Dalam istilah perbankan, faktor intern dan ekstern yang mempengaruhi kemampuan dan kesediaan debitur melunasi kredit yang telah mereka terima disebut the 5C’S. Walaupun pada saat permintaan kredit diajukan faktor intern dan ekstern tersebut dapat dianalisis kelayakannya, namun selama masa perjanjian kredit, kondisi faktor-faktor itu dapat berubah. Dengan demikian, kemampuan dan kesediaan debitur melunasi kredit dapat berubah pula. Sebagai contoh, resesi ekonomi yang berkepanjangan dapat menurunkan jumlah hasil penjualan dan profitabilitas sebagian besar perusahaan. Keadaan yang tidak menguntungkan itu akan mengganggu likuiditas keuangan mereka, sehingga menurunkan kemampuan melunasi pinjaman yang terutang.

Kualitas Kredit

BPR
Kualitas kredit untuk BPR mengacu pada SK DIR 26/22/KEP/DIR tahun 1993 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif. Kualitas kredit untuk BPR dibagi menjadi 4 (empat) kriteria, yaitu Lancar (L), Kurang Lancar (KL), Diragukan (D) dan Macet (M).

Bank Umum
Penialaian Kualitas Aktiva Bank Umum, disebutkan bahwa Kualitas Kredit dinilai berdasarkan:(a) Prospek Usaha; (b) Kinerja (performance) debitur; dan (c) Kemampuan membayar. Selanjutnya kualitas kredit digolongkan menjadi lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Masing-masing kualitas kredit tersebut sebagaimana dijelaskan pada tabel : Penggolongan Kualitas Kredit, pada akhir bab ini.
Kualitas kredit yang oleh Bank Umum telah ditetapkan lancar dan dalam perhatian khusus dapat diturunkan oleh Bank Indonesia menjadi setinggi-tingginya kurang lancar, apabila dokumentasi dan arsip debitur tidak dapat memberikan informasi yang cukup

Dampak Kualitas Kredit

1. Dampak Terhadap Kehidupan Ekonomi/Moneter Negara
2. Dampak terhadap dunia perbankan
3. Dampak terhadap kegiatan operasional bank

Sekian, semoga bermanfaat untuk dipahami oleh Bapak/Ibu/Saudaraku, para pelaku UMKM di manapun berada di Indonesia.

Berjuang terus, sukses

Deddy Edward tanjung, Konsultan Sektor Riil dan UMKM Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi Bpk/Ibu/Saudaraku yang ingin menyampaikan komentar, silahkan mengirimkannya. Penulis akan coba menjawab apabila ada yang ingin ditanyakan. Terimakasih